Sabtu, 26 April 2014

Aneh: Cara Saya Melihat Dunia


Saya menulis ini, karena saya yakin tidak akan ada yang membaca postingan ini, karena saya tahu kehidupan saya tidak semenarik itu untuk dibaca.
Menilik ke belakang, saat saya berumur 13an tahun, saya merasa menjadi gadis yang periang dan memiliki segalanya, di usia yang masih belia saya paham akan arti kehidupan dan kini saya kehilangan semua pegangan saya. Bukan, saya bukan mau mengeluh, saya hanya bercerita.
Semakin ke sini, saya melihat kehidupan (sosial khususnya) menjadi sesuatu yang kompleks dan tidak saya pahami. Saya tidak paham bagaimana orang lain menyakiti yang lain agar mendapat penghargaan, bagaimana seorang bertubuh kekar menyakiti anak kecil berumur tiga tahun, yang.... sangat tidak adil. Lihat saja perbedaan besar tubuh mereka. 
Saya bingung, mengapa Tuhan menaruh saya di dunia yang kejam, dan saya tidak dapat berbuat apa-apa?
Semakin ke sini saya merasa, pikiran saya tak ubahnya seorang anak autis yang melihat dunia dengan cara sederhana, dan seharusnya remaja perempuan berumur hampir 18 tidak memikirkan hal ini. Tidak memusingkan hal ini. Saya harusnya memikirkan bagaimana cara berdandan dan mengenakan baju yang pantas (ya, saya memikirkan ini) tapi ada hal yang lebih menggelitik saya. Kehidupan itu sendiri.
Saya ingin merubah dunia, tapi saya sadar saya hanya bermulut manis dan pendek akal, saya hanya mampu berpikir, bukan melaksanakannya. Saya butuh orang lain yang sepemikiran dengan saya untuk saling mendukung, tapi sayangnya hal itu hanya berakhir menjadi deskripsi panjang yang sedang Anda baca.

Crap, i'm totally weird. Saya merasa terlalu banyak mengeluh tentang kehidupan, yang sebenarnya indah. Ya, indah untuk saya, tapi tidak orang lain. Sejak awal saya yakin, saya tercipta untuk suatu alasan, dan saya akan terus mencari alasan itu dan mewujudkannya. Saya akan belajar dan menamatkan sekolah saya dengan benar. Saya akan membangun suatu lapangan pekerjaan di mana orang lain dapat meraup rizki dan tidak perlu menyakiti orang lain.

Tapi bagaimana pun, kejahatan tetap ada, seterang apapun itu, pasti ada bayangan yang menaungi, kecuali bila ruangan itu kosong, tapi sayangnya dunia tidak kosong. Oke, saya lahir untuk suatu alasan. Saya tidak akan menyerah hanya karena sebagian otak saya yang masih logis mengatakan saya aneh dan berbeda. Saya tidak akan menyerah

Menjadi Diri Sendiri

Menjadi diri sendiri.
Showing your own self, truly.

Jika ada yang memerintahkan saya untuk melakukan hal itu, saya akan terdiam dan bingung. Harus seperti apa, saya?
Menurut saya menunjukkan bagaimana pribadi kita sejujurnya bukanlah perkara yang mudah. Saya saja bingung bagaimana menjadi diri saya, sementara saya tidak tahu 'memang saya tuh bagaimana, sih?' 

Jujur, saya orang yang mudah membaca orang lain (tapi teramat susah mengenali diri sendiri) oleh karena itu saya mudah influenced dengan pandangan hidup orang lain-yang menurut saya keren dan benar, visi mereka, dan bodohnya semuanya saya terima mentah-mentah tanpa disaring terlebih dahulu.
Saya dekat dengan banyak orang, dan saya menyugesti diri sendiri bahwa saya sama dengan mereka. Bukan, saya tidak mau sama dengan mereka, tapi tubuh saya secara otomatis mengatur sistem yang sedemikian rupa, bahwa saya adalah dengan siapa saya bergaul.
Itu adalah hal aneh, mengingat bayi kembar saja tidak 100% identik. Saya merasa hilang. Saya dapat seketika itu berubah, dan saya berakhir menyesali pikiran dan tindakan saya yang menurut saya 'duh,bukan saya banget.'
Saya baru menyadari hal ini saat saya sendirian, dan saya merasa telah melakukan hal yang teramat bodoh.
Saya, adalah sesuatu yang saya ciptakan dan saya harapkan. Saya adalah apa yang saya perjuangkan, apa yang saya yakini. Saya bukanlah pikiran orang lain. Saya bukanlah harapan mereka. Saya adalah saya, bukan orang lain- sepertinya ini yang harus saya cermati lamat-lamat. 

Sabtu, 19 April 2014

Review Suspiria (1977) movie

Pecinta horror klasik pasti udah tidak asing dengan judul yang satu ini. Yap, Suspiria. Film Italia karya Dario Argento ini emang masuk best horror movies all the time versi banyak blog-tidak terkecuali di blog saya.

Mengangkat cerita tentang akademi balet di Jerman, membuat film ini menjadi salah satu film klasik yang classy (hanya pecinta horror klasik yang paham, i bet) 
Lima belas menit pertama benar-benar memacu adrenalin saya (saya suka scoringnya, naikin detak jantung banget!) good job buat gore scene-nya, saya suka! Tapi sayang, darahnya kurang realistis (kayak pernah liat darah muncrat aja lo, Hil) 
To be honest, saya suka banget kesan artistik dan classy (but also dark in one perfect mixture) yang dibuat sang direktor, Dario Argento. Awalnya saya kurang paham film ini mau dibawa ke mana arahnya (mungkin karena saya fokus pada tarian balet, aksen yang lucu, dandanan ala 80'an yang dihadirkan secara menarik di film ini) Ghosts? Serial killers?.... wait, what, Witch?! Yap, ternyata Suspiria membawa kita ke sebuah akademi Balet terkenal di Jerman yang punya masa lalu yang kelam.... tentang sihir.

Pokoknya, jangan pernah ngaku pecinta horror klasik kalo belum nonton Suspiria. Walaupun endingnya kurang greget (ya, klise seperti horror klasik pada umumnya) tapi film ini tetap layak untuk ditonton sekaligus pengisi liburan. Good Job Dario Argento! 


Cewek Perfect, beyond perfection

Seperti apa sih perfect menurut kamu?

Cantik? Semua cewek itu cantik, tergantung melihat dari (sisi) mana.
Pintar? Ah tidak, terlalu pintar membuat minder.
Modis? You can find lot of girls in this town perfectly fashionable.
Baik? Baik itu relatif, jahat yang mutlak.

Lalu seperti apa yang kamu cari?
Yang cantik, pintar, modis dan baik?
Itu manusia?
Atau khayalanmu saja?

Tidak, sama sekali tidak salah mencari yang seperti itu. Aku pun tahu kamu sudah bersabar mencari dan menunggu yang seperti itu.
Tapi, apakah bijak menyia-nyiakan yang ada dan membuat standard yang bahkan tak ada ukuran validnya?
Apakah baik merendahkan yang lain hanya karena mereka tidak seperti yang kamu inginkan?

Baiklah, kamu boleh mencari yang sempurna.
Tapi jangan sakiti yang lain.
Yang masih menunggu
Kamu sadar
Dan berkata
Aku mencintaimu di atas kurangmu
And you're perfectly perfect
Without trying to be it

Syukur

Bapakku sudah tiada
Tidak seperti Bapakmu dan Ibumu
Yang masih tertangkap mata
Bercengkrama mesra

Ibuku berjuang sendiri
Tidak seperti Ibumu

Dari kecil aku susah
Tidak seperti kamu
Hidup bergelimang Segalanya
Berlebih segalanya

Tapi cukup saja cukup
Aku cukup aku bersyukur