Malam ini aku terbangun dengan jantung yang berdebar-debar. Keringat bercucuran dan nafas tersengal-sengal. Aku baru saja berteriak dalam tidurku. Ini kejadian kedua kali yang aku alami dalam 2 tahun. Rasanya aneh bangun dalam ketakutan dan juga berteriak sebelum bangun. Kecewa rasanya menyadari bahwa teriakanmu mengganggu tetangga kamarmu, sedih rasanya mengetahui bahwa kamu takut untuk tidur. Takut, jika bayangan hitam itu muncul lagi. Aku tidak percaya takhayul, aku yakin kejadian ini hanyalah manifestasi dari emosi-emosi negatif yang selama ini aku pendam. Setiap hal pasti punya penyebab rasional yang menyertainya. Emosi negatif itu mungkin muncul semenjak aku memutuskan untuk tidak sebebas dulu mengumbar perasaanku. Menurutku, perasaan adalah hal privasi yang tidak bisa sembarangan aku buka, bahkan pada orang-orang terdekatku. Ya, sekali lagi itu hanyalah asumsi. Toh aku tidak boleh menyimpulkan terlalu cepat. Aku berharap ini adalah kejadian yang terakhir, aku tidak mau terbangun dengan nafas terengal-engal dan teriakan lagi, karena berhadapan dengan emosi negatif dan perasaan takut yang berusaha aku pendam itu menggelikan. Kini, aku terpaksa menghadapi hal yang selama ini aku hindari; diriku versi jelek, tidak seperti versi baik dan berani yang selama ini aku tunjukkan pada orang-orang. Diriku versi lemah, yang ketakutan. Kejadian ini membuatku yakin bahwa aku manusia yang penuh kelemahan dan ketakutan; aku tidak perlu jadi superman yang tidak pernah takut. Ketakutan inilah yang membuatku merasa masih jadi manusia.
Aku harap aku tidak perlu berlari dan berteriak lagi dalam menghadapi ketakutanku. Aku harap aku bisa berjuang menghadapi gangguan tidur ini. Satu hal yang aku tahu, aku tidak boleh tidur dini hari lagi dalam keadaan capek dan tidak nyaman, karena bayangan hitam itu; ketakutan dan emosi negatifku, selalu muncul di saat aku lengah. Aku harus lebih rileks dan mengendalikan emosiku, mencegahnya membludak dan merugikanku. Akulah pahlawan yang bisa menolong diriku sendiri, aku tidak boleh berhenti untuk berjuang.
Rabu, 12 Desember 2018
Senin, 08 Oktober 2018
PERSPEKTIF
Seekor burung gelatik bertengger di atas ranting, melihat keliling lalu menetapkan pandang di sebuah danau biru.
Kupu-kupu di sudut utara melihatnya, lalu ikut bertengger di sisi burung gelatik hijau.
"Apa yang kau lihat?" tanya kupu bercorak pelangi pada burung di sampingnya.
"Pemandangan," jawab burung singkat.
"Ah, apa indahnya?" tanya kupu sambil meletakkan pandang ke area sebelah danau.
"Masa seperti itu kurang indah?" jawab burung kebingungan.
"Lihat deh, tidak ada binatang yang mau mampir ke sana. Paling hanya binatang pemangsa yang betah tinggal di sana," timpal kupu-kupu.
"Pemandangan secantik itu, masak kamu bilang buruk?" balas gelatik.
"Coba lihat tanahnya. Gambut, tidak ada tumbuhan yang bisa tumbuh di situ. Seleramu kadang aneh ya, burung!" seru kupu-kupu.
Mendengar perkataan kupu-kupu, si gelatik tersenyum kecil.
"Dari tadi aku memandangi danau," jawab gelatik.
"Oh, aku kira kamu memandangi rawa-rawa," balas kupu-kupu.
"Arah pandangnya sama, tapi yang dilihat ternyata beda," kata gelatik sambil mengepakkan sayapnya lalu tertawa kecil. Ia beranjak dari ranting tempatnya bertengger dan berkata, "Sudah ah, kupu-kupu.. kamu menggangguku bersantai saja,"
**
Terkadang kita mengomentari suatu hal dengan perspektif yang kita miliki, entah itu benar atau salah. Bahkan tak jarang, tanpa dimintai pendapatpun kita memberi komentar yang negatif. Kita bertindak layaknya kupu-kupu yang mengasumsikan sesuatu tanpa konfirmasi, "Yang penting aku yakin pada pendapatku, terserah kamu bilang apa,"
Tak jarang munculnya pendapat kita didasari oleh egoisme personal, tanpa peduli dengan kepentingan bersama. Sering pula kata-kata yang kita lontarkan saat mengomentari sesuatu, didasari oleh sentimen personal, "Aku ga peduli, yang penting kata-kataku berseberangan sama pendapatnya,"
Atau bisa jadi, komentar kita tidak didasari oleh fakta-fakta dan hanya didasarkan oleh asumsi, "Aku enggak tahu sih, kata-kataku ini benar atau enggak. Cuma aku tetep ngomong biar kelihatan keren aja,"
Hal-hal yang kita lontarkan, semuanya bergantung pada perspektif yang kita gunakan. Lalu perspektif mana yang benar? Tentunya, untuk menjadi seseorang yang bijak, kita tidak hanya bergantung pada satu perspektif. Dibutuhkan perspektif-perspektif lain yang saling menopang untuk menyusun satu gambaran luas mengenai suatu peristiwa. Dibutuhkan pula banyak pandangan untuk dapat menghasilkan pendapat yang mengakomodasi banyak pihak, sehingga menghasilkan keputusan yang paling baik. Keputusan yang kita yakini adalah baik jika dibandingkan dengan pilihan lain.
Jadi, masih menganggap bahwa perspektifmu yang paling hebat?
Kupu-kupu di sudut utara melihatnya, lalu ikut bertengger di sisi burung gelatik hijau.
"Apa yang kau lihat?" tanya kupu bercorak pelangi pada burung di sampingnya.
"Pemandangan," jawab burung singkat.
"Ah, apa indahnya?" tanya kupu sambil meletakkan pandang ke area sebelah danau.
"Masa seperti itu kurang indah?" jawab burung kebingungan.
"Lihat deh, tidak ada binatang yang mau mampir ke sana. Paling hanya binatang pemangsa yang betah tinggal di sana," timpal kupu-kupu.
"Pemandangan secantik itu, masak kamu bilang buruk?" balas gelatik.
"Coba lihat tanahnya. Gambut, tidak ada tumbuhan yang bisa tumbuh di situ. Seleramu kadang aneh ya, burung!" seru kupu-kupu.
Mendengar perkataan kupu-kupu, si gelatik tersenyum kecil.
"Dari tadi aku memandangi danau," jawab gelatik.
"Oh, aku kira kamu memandangi rawa-rawa," balas kupu-kupu.
"Arah pandangnya sama, tapi yang dilihat ternyata beda," kata gelatik sambil mengepakkan sayapnya lalu tertawa kecil. Ia beranjak dari ranting tempatnya bertengger dan berkata, "Sudah ah, kupu-kupu.. kamu menggangguku bersantai saja,"
**
Terkadang kita mengomentari suatu hal dengan perspektif yang kita miliki, entah itu benar atau salah. Bahkan tak jarang, tanpa dimintai pendapatpun kita memberi komentar yang negatif. Kita bertindak layaknya kupu-kupu yang mengasumsikan sesuatu tanpa konfirmasi, "Yang penting aku yakin pada pendapatku, terserah kamu bilang apa,"
Tak jarang munculnya pendapat kita didasari oleh egoisme personal, tanpa peduli dengan kepentingan bersama. Sering pula kata-kata yang kita lontarkan saat mengomentari sesuatu, didasari oleh sentimen personal, "Aku ga peduli, yang penting kata-kataku berseberangan sama pendapatnya,"
Atau bisa jadi, komentar kita tidak didasari oleh fakta-fakta dan hanya didasarkan oleh asumsi, "Aku enggak tahu sih, kata-kataku ini benar atau enggak. Cuma aku tetep ngomong biar kelihatan keren aja,"
Hal-hal yang kita lontarkan, semuanya bergantung pada perspektif yang kita gunakan. Lalu perspektif mana yang benar? Tentunya, untuk menjadi seseorang yang bijak, kita tidak hanya bergantung pada satu perspektif. Dibutuhkan perspektif-perspektif lain yang saling menopang untuk menyusun satu gambaran luas mengenai suatu peristiwa. Dibutuhkan pula banyak pandangan untuk dapat menghasilkan pendapat yang mengakomodasi banyak pihak, sehingga menghasilkan keputusan yang paling baik. Keputusan yang kita yakini adalah baik jika dibandingkan dengan pilihan lain.
Jadi, masih menganggap bahwa perspektifmu yang paling hebat?
Selasa, 31 Juli 2018
Kini Aku Tahu
Di usiaku yang ke- 22,
kini aku tahu
Rasanya iri dengki
Rasanya memaafkan kesalahan orang lain
Rasanya merelakan masa lalu yang pahit
Rasanya menerima kehidupan yang awalnya sulit
Rasanya dimaafkan
Rasanya menjadi bahan pergunjingan
Rasanya mempertahankan prinsip di hadapan orang banyak
Rasanya puas akan kerja keras yang terbayar
Rasanya sadar akan kesalahan
Di usiaku yang mulai dewasa ini,
kini aku tahu
Bahwa tidak semua hal yang kita inginkan terjadi
Bahwa kasih mengalahkan dengki
Bahwa ada kekuatan Ilahi
Bahwa kehidupan butuh sikap realistis
Bahwa idealisme sangat berarti
Bahwa prinsip adalah kunci
Hati dan pikiranku
Kini tahu
Usaha kadang tidak berhasil
Efisiensi harus direalisasi
Manusia saling butuh satu sama lain
Sabar adalah satu bentuk pengendalian diri
Kini aku tahu...
Tingkah lakuku adalah pilihanku
Perbuatanku adalah tanggung jawabku
Akulah pemegang kontrol penuh atas tindakanku
kini aku tahu
Rasanya iri dengki
Rasanya memaafkan kesalahan orang lain
Rasanya merelakan masa lalu yang pahit
Rasanya menerima kehidupan yang awalnya sulit
Rasanya dimaafkan
Rasanya menjadi bahan pergunjingan
Rasanya mempertahankan prinsip di hadapan orang banyak
Rasanya puas akan kerja keras yang terbayar
Rasanya sadar akan kesalahan
Di usiaku yang mulai dewasa ini,
kini aku tahu
Bahwa tidak semua hal yang kita inginkan terjadi
Bahwa kasih mengalahkan dengki
Bahwa ada kekuatan Ilahi
Bahwa kehidupan butuh sikap realistis
Bahwa idealisme sangat berarti
Bahwa prinsip adalah kunci
Hati dan pikiranku
Kini tahu
Usaha kadang tidak berhasil
Efisiensi harus direalisasi
Manusia saling butuh satu sama lain
Sabar adalah satu bentuk pengendalian diri
Kini aku tahu...
Tingkah lakuku adalah pilihanku
Perbuatanku adalah tanggung jawabku
Akulah pemegang kontrol penuh atas tindakanku
Kamis, 17 Mei 2018
Negosiasi
Hai! Sudah lama ya tidak berjumpa dengan si Sunflower yang happy ini a.k.a me...
If we talked about my life.. yeah it's been wonderful. Aku memiliki beberapa pengalaman yang menurutku langka dan berkesan. Oke, akan aku coba merangkumnya dalam kalimat-kalimat yang selanjutnya akan kalian baca. Aku mulai dari yang sequence waktunya paling kini sampai paling lampau ya.
First....
Aku sudah unofficially S.Farm!!! Pendadaranku terlaksana ditanggal 3 April 2018 (untung bukan 1 April ya, nanti aku ngira pertanyaan dosennya bercanda). I'm so happy and proud of myself.... Setelah balada datang jam 6.30 pulang jam 16.30 terlewati, setelah menghadapi pasang surut sebagai seorang peneliti ekstrak kulit buah manggis... Rencananya aku bakal wisuda 23 Mei 2018 di Grha Sabha, doakan semoga lancarđź’—
Second....
Si Hilda yang sensitif ini mulai mengembangkan sayap ke-organisasi-an. Aku diamanahi untuk jadi Koordinator Eksternal F*rmasi Cup 2016. Suatu hal yang baru mengingat di SMP jadi ketua osis Immac*lata dan di SMA jadi koordinator lapangan MPK P*dmanaba. Kenapa baru? Karena... aku belum pernah berurusan dengan uang sebelumnya *cry* Di event ini aku terbukakan matanya. Terbukakan means bukan aku yang membuka, tapi keadaan yang membuatnya terbuka.
Well, ternyata ada satu seni yang belum pernah aku pelajari sebelumnya... Ya, negosiasi. Kalian pembaca mungkin bertanya-tanya, katanya dari SMP udah aktif, kok ga pernah nego? Hmm, kalau boleh jujur, aku sama sekali buta soal nego. Aku pikir negosiasi itu sempit, seperti tawar-menawar harga. Ternyata aku salah, teman-temanku... Negosiasi yang baru saja aku pelajari adalah bagaimana kita untung tapi lawan bicara kita ga sadar kalau dia rugi. Seninya di situ guys, dan aku pribadi susah banget untuk melakukannya. Ternyata itu penting lho. Negosiasi adalah cara kita untuk menyampaikan maksud kita kepada orang lain, agar tujuan kita terpenuhi. Si orang lain ini harus mendukung tujuan kita juga guys hehe, ya seperti membujuk lawan jenis untuk mau pacaran ma kita lah (lho!)
Aku sebenernya juga belum punya tips and trick gimana cara negosiasi yang baik. Cuma emang negosiasi yang paling enak adalah saat kita sama-sama di level yang sama, emang enak sih mendominasi, tapi ga enak didominasi. So, buatlah lawan bicara kita senyaman mungkin (kita juga harus nyaman ma diri kita sendiri sebelumnya) alias kudu PD, jangan biarkan lawan mendominasi kita. Terkadang saat kita membuat nyaman lawan bicara, itulah saat kita bisa melakukan negosiasi dengan ciamik. So, gimana pengalaman negosiasimu? Udah pernah mengalami negosiasi yang menguntungkan, belum?
Langganan:
Postingan (Atom)