Aku tidak akan pernah tahu seperti apa masa depan menuntutku berlabuh
Pun aku tidak pernah menyangka semua yang aku usahakan di masa lalu tiba-tiba tercerai dan lebur
Semua yang aku usahakan
Semua yang aku pertahankan
Berakhir dalam sekejap mata
Tidak ada yang tahu, seyogyanya takdir akan membawaku ke titik ini -- cepat atau lambat; siap atau tidak.
Satu titik di mana aku harus melihat ke bawah; dihancurkan atau tidak?
Satu titik yang menuntutku untuk lepas dari ekspektasiku, lepas dari benteng kokoh yang sudah kubangun dan kupersiapkan bertahun-tahun
Satu titik yang memaksaku untuk kembali ke dasar
Jatuh lagi
Terjerembab
Terluka lagi
Menangis lagi
Satu titik yang mengajarkanku: setinggi apapun benteng yang aku bangun, jika pondasinya rapuh, akan hancur juga
Benteng itu pernah menjadi jawaban atas doaku, pun sampai detik ini akan terus jadi jawaban
Jawaban atas doaku yang menuntut penghiburan, di kala lelah dan perasaan terabaikan
Aku tidak bisa berbohong lagi; aku sedih, aku terluka. Namun dibalik hancurnya benteng ini, aku yakin ada pelajaran yang bisa kuambil
Dindingnya yang rubuh telah melepaskan dua merpati yang awalnya terkurung,
Dua jiwa yang menuntut kebebasan, namun terabaikan. Dua jiwa yang berhak untuk bahagia dengan jalannya masing-masing.
Selama ini aku egois dan mengurung merpati itu, namanya Pilihan dan Harapan. Aku mengurung mereka berdua dengan harapan mereka tidak meninggalkanku.
Tapi aku salah, semakin erat aku menjaganya, semakin hilang dia.
Kini Pilihan dan Harapan telah terbang menuju takdirnya. Aku hanya bisa berdoa mereka menemukan rumah. Rumah yang tidak akan menuntut; rumah yang nyaman; rumah yang tulus; dan rumah yang menerima.
Tidak seperti bentengku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar