Minggu, 16 Mei 2010

Pengalamanku berkunjung ke SLB Helen Keller Yogyakarta : BAGAI SURGA KECIL DI TENGAH KESEMUAN


Pengalamanku berkunjung ke SLB Helen Keller Yogyakarta :
BAGAI SURGA KECIL DI TENGAH KESEMUAN

Hari itu, Sabtu (15/5) merupakan pengalaman pertama saya mengunjungi SLB Helen Keller yang terletak di JL. RE. Martadinata No 88A, Wirobrajan, Yogyakarta. Bersama teman-teman se SMP Maria Immaculata Yogyakarta, saya menyusuri jalan menuju tempat asrama itu bertempat. Sesampainya di sana kami disambut oleh penampilan anak-anak berkebutuhan khusus di SLB itu dengan tari Ampar-Ampar Pisang. Sempat terbersit dalam pikiran saya “Bagaimana cara guru-guru itu mengajari mereka ? Untuk mendengar dan melihat saja, mereka tidak seperti orang-orang normal pada umumnya. Pasti ada orang-orang hebat di balik ini”
Setelah itu kami pun berkenalan dengan Sr. Yovita, PMY yang sudah selama 2,5 tahun memenuhi panggilan hidupnya . Beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan kami dengan antusias.

“SLB Helen Keller berdiri sejak tahun 1996, memang sempat berpindah-pindah sampai akhirnya bertempat di sini . Suster masih ingat, dulu hanya ada satu bangunan di sini, yang menurut orang-orang tidak layak huni. Tapi untung saja sekarang SLB Helen keller dapat menjadi bangunan yang layak huni,” ujar Suster Yovita, matanya serasa menerawang ke masa lalu.
Setelah melihat beranekaragam penampilan dari anak-anak hebat itu, saya pun berkenalan dengan salah satu dari mereka. Namanya Friska. Gadis hebat berusia 18 tahun yang sangat trampil . Berarti tinggal 2 tahun lagi dan ia akan meninggalkan SLB HKI dan memulai hidup mandirinya yang baru. Ia bisa memasak kue bolu, membuat es lilin yang layak jual , membuat telur asin, bahkan membuat rosario. Sungguh miris bila dibandingkan dengan saya yang terkadang malas membuat keterampilan seperti itu. Padahal bisa dibilang, saya lebih beruntung dibanding dia. Dilahirkan dengan keadaan menderita low vision dari keluarga yang normal. Merasa aneh saat menyadari diri berbeda dari yang lain. Mungkin itu yang akan saya rasakan bila menjadi Friska. Tapi Friska berbeda, ia tetap tegar dan berusaha mandiri seperti anak-anak normal lain . Saya melihat karya Tuhan dibalik senyumannya. Ya, Friska masih bisa tersenyum ditengah keredupan yang dialaminya selama belasan tahun. Tapi kita ? Untuk bersyukur pada Tuhan saja sulit, apalagi hanya sekadar memberi senyuman tulus untukNya ?


Tuhan berkarya lewat mereka
Mereka menyadarkan saya tentang makna kehidupan yang selama ini terselip di sela kefanaan. Kegigihan dan perjuangan mereka untuk mandiri di tengah keterbatasan yang ada menginspirasi saya untuk selalu bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan. Karena saya yakin, hidup ini adalah sebuah tujuan, prioritas kita adalah menjadi bermakna bagi orang lain. Tuhan berkarya lewat jalanNya sendiri, bahkan lewat jalan yang kita anggap mustahil. Tapi satu hal yang dapat kita petik ; Keterbatasan adalah suatu anugerah yang dilihat dari sisi yang berbeda. Karena dunia berdasar pada ribuan sisi , bukan satu .
Walau mereka tak mengenaliNya, mereka tetap bersenandung untukNya
Muncul sebuah pertanyaan dalam benak saya, “Apakah mereka dididik secara Katolik atau sesuai dengan agama orang tua mereka masing-masing?”
Pertanyaan ini dijawab oleh salah seorang guru yang bahkan belum sempat saya tahu namanya, “Kami memberi kebebasan pada mereka. Mereka tetap boleh pada agama mereka masing-masing. Seperti contohnya Sigit, ia tetap bisa Sholat 5 waktu dan pergi ke Masjid. Tapi perlu diingat, anak-anak seperti mereka berbeda dari anak-anak kebanyakan. Untuk mengenali diri mereka saja sulit, apalagi untuk mengenali Tuhan yang notabene tidak terlihat? Walaupun begitu kami tetap berusaha mengenalkan Tuhan pada mereka dengan cara mengajarkan lagu rohani dan doa-doa.”
Memang, mereka tak mengerti apa itu Tuhan, seperti apa wujudNya -kita pun begitu. Tapi mereka tetap mau memuji dan bersenandung untukNya. Sementara kita ? Karena mengkonotasikan Tuhan sebagai sesuatu yang irasional dan di luar logika, ada di antara kita yang menganggapNya hanya sebuah dongeng kuno. Padahal, jika kita dapat melihat lebih luas, terdapat suatu kekuatan irasional yang memang tak akan pernah bisa terungkap ; KEBESARAN Tuhan


Ada orang-orang hebat di balik itu
“Awalnya Suster merasa seperti orang gila saat pertama kali berada di sini. Rasanya sulit untuk mengajari anak-anak yang memang intelejensinya jauh dari anak-anak normal pada umumnya. Suster bertanya, eh, Suster malah menjawab sendiri. Tapi ternyata, Suster menyadari bahwa dari mereka, kita bisa mempelajari sesuatu yang berharga.”
Begitulah perbincangan saya dengan Suster Yovita yang ramah itu, tak tahu mengapa, apabila saya menatap wajah ‘Orang-Orang Terpilih’ seperti Suster Yovita, saya melihat sinar yang mengisyaratkan keistimewaan mereka. Ya, Suster Yovita dan guru-guru lainlah yang saya maksut sebagai orang-orang hebat di SLB Helen Keller. Merekalah yang mengajarkan kemandirian pada anak-anak hebat itu . Siapa menabur, akan menuai. Kini para orang hebat itu bisa berbangga diri akan anak-anak mereka yang sebagian sudah bisa hidup mandiri dan hebatnya menginspirasi orang lain, termasuk kita. Bagaikan surga kecil penyejuk di tengah kesemuan.

3 komentar:

  1. Saya termasuk salah satu orang yang sangat peduli dengan insan Allah yang menurut saya meskipun ada kekurangan secara fisik akan tetapi Allah memberikan kelebihan

    BalasHapus
  2. Saya termasuk salah satu orang yang sangat peduli dengan insan Allah yang menurut saya meskipun ada kekurangan secara fisik akan tetapi Allah memberikan kelebihan

    BalasHapus