Rabu, 23 Februari 2011

Tak Separah luka Hati Mama


Ini dia hasil refleksi agamaku, enjoy it ;]


“Permasalahan hiduplah yang membuat kita menjadi lebih dewasa..”

Sebuah pepatah yang tepat untuk menggambarkan hidupku. Papa sudah meninggal sejak aku berumur 6 tahun. Satu setengah tahun setelah adikku lahir. Jadi, bisa dibilang aku juga mengalami apa yang dialami Dita. Mungkin banyak yang berkata “Dita kurang ajar karena Ibunya tidak becus mengajarinya.” Tapi menurutku, pendapat itu sangatlah kejam. Aku paham mengapa Dita bersikap kurang ajar- aku dulu juga mengalaminya. Dita bersikap begitu karena perasaan anak kecil yang labil. Perasaan yang penuh emosi.

Aku dulu menyalahkan Mama atas kematian Papa-mungkin ini juga yang dialami Dita dan anak piatu lain. Aku berfikir, mungkin saja kehidupanku tidak seburuk ini bila ada Papa. Mungkin saja Papa bisa mencukupkan kebutuhanku, lebih dari yang Mama bisa lakukan, dan hal buruk lain yang seolah-olah menyalahkan Mama. Aku tahu, Mama mengetahui hal ini. Mungkin dulu Mama merasa gagal karenaku. Tapi aku yakin, Mamaku adalah Mama yang kuat. Ia akan menyerahkan semua pada Tuhan. Dan ternyata, Tuhan berhasil membuka hatiku. Saat aku sudah mulai dewasa, aku bisa merasakan apa yang dirasakan Mama. Menjadi single parent adalah hal yang sulit- sangat sulit bahkan, dan aku bangga karena Mamaku bisa menjalaninya dengan ikhlas. Aku sering melukai Mama. Luka di tangan Ibu Dita tak separah luka di hatinya-itu juga yang dialami Mamaku. Aku sering membuatnya sedih, kecewa, marah bahkan menangis. Jujur, sulit untukku menceritakan perbuatanku yang melukai Mama. Saking banyaknya, aku sendiri tidak yahu mana yang harus aku ceritakan. Mulai dari tamparan keras Mama, sampai kata-kata yang tidak hanya membuat mataku menangis, tapi juga hatiku. Satu yang paling kuingat adalah perkataan Mama, “Mama gak minta apa-apa dari kamu! Mama cuma mau kamu jadi anak yang baik, taat pada Tuhan. Mama takut, besok kalo mama mati, kamu gak bisa apa-apa.” Kata-kata itu yang tertancap di hati, kata-kata yang tidak bisa aku lupakan, dan menjadi cambukku di masa sekarang. Tapi aku bersyukur karena Tuhan mau menyadarkanku. Dan sekarang aku mencoba untuk selalu ada untuk Mama, menjadi yang terbaik untuk Mama dan membuat Mama bangga. Untung Tuhan mau membantuku untuk mewujudkannya. Trimakasih Tuhan J Semua hal yang sekarang aku lakukan hanya untuk Mama. Aku termotivasi karena Mama, aku tidak mau mengecewakan Mama lagi.

Sungguh, Film Luka Tangan Mama mengingatkanku pada kehidupanku. Perasaan sedih dan prihatin muncul saat aku melihat film itu. Film sederhana yang memiliki arti yang luar biasa. Aku sangat terkesan saat Ibu Dita memotong tangannya sendiri karena tidak kuat menghadapi anaknya yang kurang ajar. Memperlihatkan kekecewaan seorang Ibu yang luar biasa hebatnya. Untung ada Ibu RT yang mau membantu keluarga Dita, yang melindungi mereka di saat orang-orang di sekitar Dita memusuhinya. Seperti Ia memang secara khusus dikirim Tuhan untuk menyadarkan Dita. Memang, kita tidak bisa menyalahkan orang-orang di sekitarnya, karena hal itu mereka lakukan karena kesalahan Dita. Tapi yang disayangkan, mengapa mereka susah untuk memaafkan Dita? Padahal Tuhan saja rela mati untuk orang yang berdosa padaNya. Tuhan saja dapat memaafkan serdadu-serdadu yang telah menghinaNya. Memang, kita tidak bisa menjadi sesempurna Tuhan, tapi setidaknya kita bisa mengusahakan diri untuk meneladani sikap baiknya, demi kedamaian di hati dan di sekeliling kita. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar